rajawalionline – Presiden Joko Widodo telah menyetujui pembahasan revisi UU KPK yang dinilai lemah atas kinerjanya. Hal itu sesuai dengan di tandatanganinya Surat Presiden (Surpres) Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK) ke DPR RI.
Menurut surpres, Presiden Jokowi menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM), Yasonna Laoly, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan Rebiro), Syafruddin, untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan revisi undang-undang tersebut.
Rencana revisi UU KPK mencuat dan selalu menjadi perhatian publik. Dari keseluruhan 70 pasal di dalam draf revisi UU KPK, terdapat satu poin usulan yang menuai pro-kontra, yakni soal pembentukan Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas ini nantinya terdiri atas lima orang yang dipilih melalui mekanisme Panitia Seleksi (Pansel), kemudian diserahkan ke Presiden, dan ditetapkan DPR.
Sebelumnya, Mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah selalu menggaung gaukan pembubaran Lembaga yang katanya anti rasua itu. KPK dinilai sebagai suatu pemborosan anggaran negara. Karena memang Tugas, Pokok, dan Fungsinya (Tupoksi) ada di Kepolisian dan Kejaksaan.
Ada benarnya apa yang pernah di sampaikan Fahri Hamzah, seharusnya KPK tidak di pertahankan, kembalikan saja TUPOKSInya itu semua ke kejaksaan dan Kepolisian, kenapa harus buang anggaran besar kalau fungsinya semua ada pada lembaga yang sudah ada. Kalau memang mau di benahi, benahi saja Kejaksaan dan Kepolisian, itu kan tidak harus mengeluarkan anggaran yang sangat besar seperti pembentukan KPK yang harus mengeluarkan dana yang cukup banyak.
Dengan di jadikannya pegawai KPK menjadi ASN, rasanya tanggung sekali kerjanya. Seharusnya, pegawai KPK di tarik saja ke lembaga yang sudah ada TUPOKSInya seperi Kejaksaan dan Kepolisian. Sehingga, negara tidak terlalu banyak harus menyiapkan anggaran dana untuk Perawatan Gedung KPK, Tunjangan Ketua KPK, Wakil, dan para petinggi yang bercokol di lembaga KPK itu.
Kenyataannya, justru sebaliknya, saat ini kinerja kejaksaan bisa dinilai lebih baik dibanding KPK. Buktinya, Kasus Jiwasraya, Kejaksaan dinilai cukup tangguh karena berhasil memvonis hukuman seumur hidup kepada para tersangkanya.
Sementara, penyidik KPK sendiri baru – baru ini terbukti telah menerima suap dari Walikota Tanjung Balai. Belum lagi keberadaan Mr Blower sebagai perpanjangan tangan KPK (Diluar konteks Hukum) yang sudah lama terdengar dan meresahkan para penegak hukum di negara ini.
Seharusnya KPK itu di bubarkan saja, Kembalikan TUPOKSInya semua ke Kejaksaan dan Kepolisian. Nyatanya, Kedua lembaga penegak hukum itu kinerjanya baik, meski ada segelintir oknum yang kurang baik.
Namun bukan itu yang jadi persoalan, yang menjadi tolak ukur adalah Anggaran Negara dan Fungsinya. Toh ternyata di Kejaksaan sudah membuktikan keberhasilan dan kesunguhannya memberantas korupsi pada kasus Jiwasraya.
Kalau Kejaksaan bisa lebih baik, kenapa harus ada tumpang tindih tugas fungsi yang sama di kerjakan oleh dua lembaga yang berbeda. Inikan jelas suatu hal yang memboroskan negara.
Bisa saja KPK di buat menjadi tempat ” ajang permaianan baru” yang mengatasnamakan Pemberantasan Korupsi. Nyatanya, “ Ada Permainan “ di dalamnya. Ini kan Lembaga Baru, tapi sudah membuat citra yang tidak baik di mata masyarakat. Kenapa harus di pertahankan?
Bung Fahri Hamzah harus konsisten dengan apa yang ia perjuangkan dahulu, yakni untuk pembubaran KPK yang di nilai suatu hal yang memboroskan anggaran negara. Bung Fahri Hamzah kemana??? Mana Perjuanganmu selama ini?
(Salam Redaksi www.rajawalionline.com).