Melihat Fakta Dibalik Isu Kasus Migor

Gedung Mahkamah Agung RI. Foto : (Istimewa)

Mencuatnya isu dan menjadi fakta kasus kelangkaan Minyak Goreng (Migor) belakangan ini membuat kalangan Masyarakat Menengah kebawah semakin heboh dan ramai. Nagara penghasil Migor justru menjadi miskin akan produknya.

Hal ini yang menjadi dasar para penegak hukum melakukan penyelidikan siapa dibalik sosok para mafia Migor yang berperan serta turut membuat langkanya Migor di Republik Indonesia tercinta ini.

Read More

Saat ini, Jajaran Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah menetapkan 4 orang tersangka yang di duga terlibat dalam perkara Mafia perdagangan ekspor minyak goreng. Ke 4 tersangka tersebut adalah :

  1. Senior Meneger Corporate Affairs Permata Hijau, Stanley MA
  2. Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Parulian Tumanggor
  3. General Meneger bagian General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang
  4. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, Indrasari Wisnu Wardhana

Dari penetapan ke 4 tersangka olah pihak Kejagung RI. Menbuat mata Publik fokus dan terarah kepada Kasus kelangkaan Migor yang selama ini naik kepermukaan.

Namun apa fakta dibalik semua itu? Ternyata ada hal yang lebih menzolimi rakyat, khususnya masyarakat Muslim Indonesia.

Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) Ahmad Himawan, Ketua Bidang Media dan Edukasi Umum YKMI Megel Jekson dan Sekretaris Umum YKMI Fat Haryanto (dari kiri). Foto : (Istimewa)

Ada hal yang harusnya menjadi perhatian serius, namun tidak berbunyi seolah “sunyi” di telan kasus merebaknya kelangkaan Migor di Indonesia.

Tim redaksi rajawalionline melihat fakta atas gugatan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) Kepada Presiden RI Ir Joko Widodo tentang Peraturan Presiden No.99 pasal 2 Tahun 2020 untuk pengadaan dan pelaksanaan Vaksin serta Ketentuan penggunaanya.

Berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung RI No. 31 P/HUM/2022, YKMI memenangkan Gugatannya terhadap Presiden RI yakni Perpres No 99 Tahun 2020 talah cacat hukum, akibat penyusunannya tidak melibatkan Menteri Agama RI dan dianggap telah melanggar peraturan Perundang – Undangan. Sementara dalam UUD ‘ 45 disebutkan bahwa Negara menjamin keberlangsungan hidup antar umat beragama, makna yang yang terkandung di dalamnya adalah melindungi segenap aturan dan larangan agama masing-masing.

Sesuai bunyi Putusan MA No. 31 P/HUM/2022, “ Bahwa dengan tidak dilibatkannya unsur dari Kementerian Agama, sebagai pihak yang menjadi pelaksana dari ketentuan dasar bagi umat Islam dalam menjalankan kebebasan terhadap agama dan ibadahnya, terlebih dalam proses penetapan vaksin sebagai produk biologi yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia, dan mayoritas adalah beragama Islam, sebagai Kementerian yang bertanggungjawab langsung terhadap urusan agama, dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden No 99 Tahun 2020 (a quo), sampai dengan terbitnya Peraturan Presiden a quo., membuktikan bahwa pembuatan Peraturan Presiden dimaksud “tidak Melalui Harmonisasi”, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah diuraikan di atas, sehingga Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2020, terbukti menyalahi Ketentuan hukum Formilnya”.

Pelaksanaan Vaksinasi Covid – 19. Foto : (Istimewa)

” Menyatakan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sepanjang tidak dimaknai, Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin COVID-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Vaksinasi Covid 19 di wilayah Indonesia. “

“ Dapat disimpulkan bahwa eksistensi
Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020, menimbulkan dampak yang besar umat Islam di Indonesia, khususnya pelaksanaan Pasal 2 Peraturan Presiden a quo dalam hal tugas dan kewenangan pemerintah menetapkan jenis dan jumlah Vaksin COVID-19yang diperlukan untuk pelaksanaan Vaksinasi Covid 19, yang tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan untuk mendapatkan produk (vaksin) yang bersertifikat halal sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 1.”

Hal ini menjadi dasar bahwa Perpres tersebut cacat hukum dan tidak bisa di pergunakan lagi untuk masyarakat pada umumnya.

Dibalik putusan tersebut, Majelis MUI melalui YKMI yang di perkuat oleh Putusan MA No. 31 P/HUM/2022 telah menyatakan bahwa Vaksin Jenis Astra Zeneca mengandung Tripsin Babi dalam proses pembuatannya, dan hanya vaksin jenis Sinovac yang sudah bersertifikat halal, yang lain juga belum teruji.

Akibat penggunaan Vaksin Jenis Astra Zeneca tersebut, masih menurut Putusan MA No. 31 P/HUM/2022, seluruh Umat Muslim Indonesia yang menggunakannya telah di rugikan secara materi dan keagamaan. Ini yang seharusnya dibahas dan dikaji lebih dalam. Vaksin yang tidak halal/haram justru masih digunakan beberapa petugas kesehatan di republik ini.

Kasus itu merupakan kerugian umat yang sangat besar dan membekas bagi seluruh umat Muslim di Indonesia. pemberian Vaksin dimaksud, tidak mengikuti norma hukum sebagaimana yang tertera dalam Undang Undang-Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, dimana Vaksin produk Moderna, Vaksin produk Pfizer, dan Vaksin produk lainnya yang sama sekali tidak memiliki sertifikat halal. Bayangkan saja, berapa orang muslim yang telah menggunakan jenis vaksin Astra dan yang belum bersertifikat halal.

Jika semua menuntut ganti rugi kepada Pemerintah, berapa Triliun Pemerintah bisa mengganti kerugian umat itu. Coba pembaca bayangkan, apa ini bukan Bigcase???

Tapi ternyata yang justru menjadi perhatian Masyarakat adalah Kelangkaan Migor. Siapa dalang dan penggerak dibalik kasus kelangkaan Migor??? hingga menjadi bahan komsumsi Publik hingga saat ini.

Kelangkaan Migor seolah menjadi Focus Publik dibalik “bigcase” kerugian Umat Muslim atas Vaksin Haram yang di anjurkan pemerintah.

“ Jangan lah membuat Alibi untuk menutupi kesalahan, Mengakui lebih baik dan terhormat ketimbang bersembunyi di balik kesalahan” Coba kita renungi bersama, cepat atau lambat ini akan menjadi Senjata makan tuan jika terus dibiarkan…

Selasa, 26 April 2022
Minggus D N (Pimpinan Redaksi)
www.rajawalionline.com

Related posts