Laskar Merah Putih Demo Kejagung, Tuntutannya Tangkap dan Penjarakan Alvin Lim

Laskar Merah Putih Saat Demo di Kejagung. Foto : (Istimewa).

rajawalionline – Ratusan anggota Organisasi Masyarakat (Ormas) Laskar Merah Putih (LMP) melakukan unjuk rasa di Kejaksaan Agung, Mereka melakukan aksi domostrasi dan berunjuk rasa bersama ratusan aggotanya, mendesak advokat dari LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim agar segera ditangkap dan dipenjarakan.

Demikianlah kata Ketua Umum Laskar Merah Putih Adek Erfil Manurung, terkait adanya pelimpahan kembali berkas perkara kasus pemalsuan dokumen klaim asuransi di Allianz. Pelimpahan berkas perkara tersebut telah dilakukan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 7 Juni 2022 lalu, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Read More

“Kami ingin mengawal kasus ini sampai dia (Alvin Lim) dituntut dan ditahan sesuai dengan hukum berlaku di Indonesia. Tangkap dan penjarakan Alvin Lim,” ujar Adek Manurung kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Rabu (15/6/2022).

Menurut Adek, Laskar Merah Putih terusik untuk mengawal kasus tersebut lantaran pernyataan-pernyataan Alvin Lim dinilai tidak mengedepankan sopan santun sebagai warga Indonesia yang baik.

“Ini orang ngomong seenak perutnya. Dia berani menghina seorang jenderal, dia bilang jenderal ‘banci’. Jaksa Agung juga dia kerdilkan, dia hina,” ucapnya.

Sebagai seorang pengacara, imbuh Adek ucapan Alvin Lim itu dinilainya telah melebihi batas kewajaran dengan mengarahkan masyarakat Indonesia untuk menghina polisi dan institusi-negara lainnya. “Bukti-bukti itu bisa dilihat di YouTube,” imbuhnya.

Laskar Merah Putih juga mendesak pihak Kejaksaan Agung dan institusi hukum lainnya untuk bergerak cepat menangkap dan melakukan upaya penahanan terhadap Alvin dengan alasan karena persidanganya akan dilakukan pekan depan. “Dia suka beralasan sakit, supaya tidak ada mangkir lagi perlu dilakukan penahanan,” desaknya.

Laskar Merah Putih berjanji akan terus mengawal dan mencari Alvin Lim jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa menghadirkannya dipersidangan. “Kami tahu dimana kantor dan rumahnya. Kami akan kejar, jika dia sakit kami akan kejar dimana rumah sakitnya,” pungkas Adek Manurung.

Duduk Perkara

Untuk diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar kembali sidang perkara tindak pidana pemalsuan dan/atau penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa advokat LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim pada Selasa, 21 Juni 2022 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sidang ini akan kembali digelar setelah jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melimpahkan berkas perkaranya pada Selasa (7/6/2022). PN Jaksel menerima surat pelimpahan perkara/turunan Nomor: B-448/APB/SEL/Eku.2/06/2022, tanggal 7 Juni 2022.

Menurut Haruno, pihaknya telah menerima kembali pelimpahan berkas terdakwa Alvin Lim dari JPU. Setelah itu, pihaknya mengirimkan penetapan jadwal sidang kepada jaksa agar menghadirkan terdakwa.

“Kita sudah beritahu jaksa bahwa berkas sudah diterima, kemudian dibuatlah penetapan hari sidang dan kejaksaan nanti memerintahkan kepada yang bersangkutan untuk hari dan tanggal dimaksud,” ujarnya.

Menurut Haruno, perkara dengan terdakwa Alvin Lim ini belum ada penjatuhan vonis. Baik vonis bebas maupun putusan terbukti bersalah atas perkara yang didakwakan.

“Belum ada kesalahan atau pembebasan, vonis itu kan bisa bebas dan bisa terbukti (bersalah). Belum ada petitum yang menyatakan salah atau bebasnya orang,” ungkapnya.

Pasalnya, bunyi putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 873 K/Pid/2020, tanggal 22 September 2020, salah satu amarnya menyatakan penuntutan dari Penuntut Umum dalam perkara Nomor: 1036/Pid.B/2018/PN.JKT.SEL atas nama terdakwa Alvin Lim tidak dapat diterima.

“Artinya, secara administrasi masih mentah, belum lengkap. Kalau itu di luar pokok perkara, namanya praperadilan. Kan perintahnya (amar putusan Kasasi) dikembalikan karena penuntutan tidak dapat diterima, sehingga belum ada penjatuhan hukuman atau pembebasan,” jelas dia.

Ia menambahkan, jika dakwaan yang disusun JPU tidak cermat dan tidak lengkap sehingga perlu dikaji ulang supaya menjadikan perkara ini sempurna. Sebagaimana Pasal 143 KUHAP, berkasnya dikembalikan lagi untuk disempurnakan.

Bukan berarti mereka itu bebas, bukan. Secara administrasi, perkara ini belum memenuhi syarat agar diulang. Atau secara hukumnya hal-hal yang bersifat harus ada tapi kok tidak ada, sehingga itu dikembalikan dulu,” ujarnya.

Dari penelusuran pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel), Selasa (14/6/2022), terlihat persidangan awal perkara ini dimulai pada 27 September 2018. Selain Alvin Lim, ada dua terdakwa lain atas nama Melly Tanumihardja alias Melisa Wijaya dan Budi Arman alias Budi Wijaya.

Alvin Lim didakwa dengan dakwaan primer Pasal 263 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP subsider Pasal 263 ayat 1 juncto Pasal 56 ke-2 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP lebih subsider Pasal 263 ayat 2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP; lebih-lebih subsider Pasal 263 ayat 2 juncto Pasal 56 ke-2 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 378 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.

Intinya pasal-pasal tersebut berkaitan dengan pemalsuan surat, yang uraiannya bisa dilihat sebagai berikut:

Pasal 263 ayat (1) dan (2)
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 378
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Dari SIPP di PN Jaksel itu diuraikan dengan singkat dakwaan di mana Alvin Lim didakwa bersama-sama dengan Melly Tanumihardja dan Budi Arman serta 2 orang yang berstatus sebagai buron yaitu Deni Ignatius dan Agus Abadi. Perkara bermula pada 2015 saat Melly Tanumihardja menemui dan bercerita pada Alvin Lim bila dirinya sering sakit-sakitan.

“Selanjutnya Terdakwa Alvin Lim mengatakan ‘pakai asuransi saja, biar meringankan beban’,” demikian uraian singkat dakwaan di SIPP PN Jaksel itu.

Singkatnya, Melly Tanumihardja membuat KTP palsu dengan mengubah identitas menjadi Melisa Wijaya. Pun Budi Arman yang diubah identitasnya menjadi Budi Wijaya di mana Melisa Wijaya dan Budi Wijaya adalah pasangan suami-istri. Setelahnya, mereka mendaftar sebagai peserta asuransi kesehatan pada salah satu agen asuransi. Namun sayangnya, dalam uraian singkat dakwaan itu tidak disebutkan lebih jelas bagaimana akhirnya.

Persidangan berlangsung hingga akhirnya pada 18 Desember 2018 lalu, Budi Wijaya dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 2 bulan kurungan. Vonis terhadap Melisa Wijaya menyusul kemudian pada 22 Januari 2019 dengan vonis yang sama.

Mereka dinyatakan hanya terbukti perihal dengan sengaja menggunakan surat palsu yang mengakibatkan kerugian.

Putusan MA

Sedangkan berdasarkan Direktori Putusan Mahkamah Agung RI, Putusan Nomor: 873 K/Pid/2020 menyebutkan MA telah memeriksa perkara tindak pidana khusus pada tingkat kasasi yang dimohonkan oleh terdakwa Alvin Lim.

Terdakwa Alvin Lim diajukan di depan persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, karena didakwa Pasal 263 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Dalam keterangan putusan MA, dijelaskan bahwa sidang pertama semua pihak yakni terdakwa, penasihat hukum terdakwa dan JPU hadir di persidangan pada Kamis, 27 September 2018.

Namun, sidang berikutnya terdakwa Alvin Lim tidak hadir pada Rabu, 13 Februari 2019 dan sampai sidang terakhir. Alasannya, terdakwa melalui penasehat hukumnya menyerahkan surat keterangan sakit dari dokter.

Akhirnya, hakim memerintahkan JPU untuk memanggil secara paksa terhadap terdakwa agar dihadirkan dalam persidangan sebagaimana diatur KUHAP. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

MA kemudian menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi Alvin Lim; menyatakan penuntutan dari penuntut umum dalam perkara Nomor 1036/Pid.B./2018PN.JKT.SEL dengan terdakwa Alvin Lim tidak dapat diterima;

Selanjutnya, memerintahkan mengembalikan berkas perkara Nomor: 1036/Pid.B/ 2018/PN.JKT.SEL. atas nama terdakwa Alvin Lim kepada penuntut umum; dan membebankan biaya perkara kepada negara.

Tanggapan Alvin Lim

Terkait hal itu, Alvin Lim menyatakan bahwa kasus Allianz tersebut sudah Inkracth, berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).

“Sebenernya sudah jelas, kasus Allianz sudah ada putusan incracth dari MA. Jadi sesuai pasal 76 KUHPidana tidak bisa disidangkan kembali,” ujarnya saat dikonfirmasi via pesan WhatsApp kepada rajawalionline.com pada Rabu (15/6/2022).

“Mengenai ormas mendemo saya, lucu sekali karena infonya ormas tersebut adalah kuasa hukum Raja Sapta Oktohari, yang dilaporkan ke Polda Metro oleh puluhan korbannya yang ditipu,” kata Alvin seraya menyatakan jadi motive mereka patut dipertanyakan.

Menurut Alvin sudah jadi resiko orang benar yang membela dan ingin perubahan hukum di kriminalisasi. “Biar masyarakat melihat dan menilai” tandasnya. (Acym)

Related posts