Untuk Prolegnas RUU Prioritas 2021, Menkumham Ajukan Percepatan RUU Perampasan Aset

Menteri Hukum Dan Ham Yasonna Laoly saat berdialog dengan DPR RI

Jakarta, rajawalionline – Menteri Hukum dah HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengajukan RUU tentang Perampasan Aset terkait dengan Tindak Pidana dimasukkan dalam Daftar Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2021. Hal itu disampaikan Yasonna pada rapat kerja evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2021 bersama Badan Legislasi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/9/2021).

“Di Indonesia hanya dikenal adanya perampasan aset dalam sistem hukum pidana dan hanya dapat dilaksanakan melalui putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” tutur Yasonna.

“Sistem hukum pidana di Indonesia belum mengatur mengenai proses penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan kemudian perampasan aset terkait dengan tindak pidana yang dilakukan berdasarkan hukum untuk melaksanakan ketentuan dalam Bab V Konvensi PBB Anti Korupsi sebagaimana telah disahkan dengan UU Nomor 7 Tahun 2006. RUU ini bertujuan mengatur secara khusus mengenai hal tersebut,” papar Yaonna.

Sebelumnya, DPR RI menyetujui 33 RUU Prolegnas Prioritas tahun 2021 pada Maret lalu. RUU tentang Perampasan Aset terkait dengan Tindak Pidana tidak termasuk di dalam daftar RUU yang disepakati tersebut.

Menurut Yasonna, RUU tentang Perampasan Aset terkait dengan Tindak Pidana ini akan memudahkan aparat hukum mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana, termasuk korupsi.

Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia Yasonna Laoly

Yasonna menambahkan, selain RUU tentang Perampasan Aset terkait dengan Tindak Pidana, pemerintah juga tengah mendorong empat RUU lain untuk masuk dalam Daftar Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2021, yakni RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik, serta RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Sempat tidak diteruskan, Yasonna telah mengintruksikan jajarannya untuk melakukan sosialisasi secara luas agar publik memahami substansi serta pentingnya RUU ini. Sementara RUU Pemasyarakatan disebutnya akan menguatkan konsep keadilan restorative justice di dalam RUU KUHP.

“Pasca-tidak diteruskannya RUU KUHP ke Pembicaraan Tingkat II, Pemerintah bersama Komisi III sudah melakukan sosialiasi ke berbagai daerah dan perguruan tinggi tentang RUU ini. Yang kami peroleh dari berbagai daerah, kita sudah melihat pemahaman yang semakin dapat dimengerti oleh masyarakat,” ucap Yasonna.

“RUU Pemasyarakatan juga, memperkuat konsep reintegrasi serta konsep keadilan restoratif. Ini sejalan dengan konsep restorative justice pada KUHP kita sehingga tidak terlalu jauh perbedaannya antara konsep restorative justice yang diamanatkan KUHP. Kita sudah menyiapkan dalam UU Pemasyarakatan,” jelas Guru Besar Krimonologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.
Sementara, terkait RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ia menyampaikan bahwa RUU ini didorong karena UU ITE yang berlaku saat ini mengalami persoalan pada sejumlah pasal yang berpotensi multitafsir.

“Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu dilakukan perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan memperjelas kembali perbuatan-perbuatan yang dilarang menggunakan sarana elektronik, dengan menyesuaikan kembali ketentuan pidana yang diatur dalam KUHP,” kata Yasonna.

“Selain itu juga menambah ketentuan pidana bagi setiap orang yang menyebarluaskan informasi atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat yang dilakukan melalui sarana elektronik,” tambahnya.

Pada rapat tersebut, Yasonna juga menyebut pemerintah sepakat untuk mengupayakan percepatan penyelesaian RUU prioritas Prolegnas 2021. Hal ini disampaikan setelah melakukan hasil monitoring dan evaluasi terhadap 10 RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2021 yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

Dari 10 RUU tersebut, satu RUU sudah disahkan menjadi UU, empat RUU dalam proses pembahasan tingkat I di DPR, satu RUU menunggu jadwal pembahasan di DPR, dua RUU dalam proses permohonan Surpres, dan dua RUU lainnya dalam proses penyempurnaan substansi.

“Memperhatikan capaian prioritas Prolegnas 2021, Pemerintah pada prinsipnya sepakat untuk mengupayakan percepatan penyelesaian RUU prioritas Prolegnas tahun 2021 yang menjadi kewajiban bersama-sama antara DPR, DPD, dan Pemerintah tanpa mengesampingkan sisi kualitas substansinya,” tandas Yasonna.

(Red)

Related posts