Jakarta, rajawalionline – Masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) dan publik nasional kini semakin geram, Setelah sebelumnya diduga mengumpulkan uang hasil pungutan liar (pungli) sebesar USD 0,8 per ton dari kegiatan Ship to Ship (STS) di Muara Berau dan Muara Jawa dengan nilai total mencapai USD 300 juta atau Rp 5,04 triliun, kini PT. Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) memakai dana hasil kejahatan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI.
Bukti screenshot dari laman resmi SIPP PTUN Jakarta menunjukkan bahwa pada Selasa, 1 Oktober 2024 PT PTB selaku Pemohon Kasasi (Tergugat II Intervensi) secara resmi mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan PTUN Jakarta No. 377/B/2024/PT.TUN.JKT yang sebelumnya telah membatalkan tarif USD 1.97/ton yang dijadikan dasar pungli.
Rudi Prianto, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) menyatakan langkah PT PTB ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kedaulatan hukum dan akal sehat publik.
“Setelah memungut uang secara ilegal dan kalah di pengadilan, sekarang uang hasil korupsi itu digunakan untuk suap melawan negara di tingkat kasasi. Ini bukan sekadar pembangkangan hukum, ini penghinaan terhadap keadilan,” ujar Rudi Prianto, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) kepada wartawan di Jakarta, Sabtu, (12/4/2025).
Rudi menambahkan, struktur korporasi PTB dan PT Indo Investama Kapital memperlihatkan pola pencucian uang terorganisir. Uang hasil pungli dikumpulkan melalui PT PTB, disembunyikan melalui PT Indo Investama Kapital, dan kini digunakan untuk membiayai manuver hukum demi mempertahankan status pungutan yang telah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan.
Laporan Resmi ke Kejaksaan Agung
Menyikapi tindakan ini, APRI juga mengajukan laporan tambahan ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia, khususnya kepada Jamintel dan Jampidsus untuk menelusuri sumber dana biaya kasasi PT PTB.
Memeriksa arus kas dan penggunaan dana hasil pungli yang telah dilaporkan mencapai Rp 5,04 triliun. Menyita rekening dan aset terkait sebelum uang hasil kejahatan kembali digunakan untuk melawan institusi negara.
“Jika negara diam, maka yang akan dikalahkan bukan hanya hukum, tapi wibawa institusi itu sendiri,” kata Rudi.
APRI juga menyerukan KPK dan PPATK untuk mempercepat pelacakan dan pembekuan aset dari PT Indo Investama Kapital (IIK) dan pihak-pihak terkait.
Menhub Diminta Hentikan Mega Skandal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PPATK, Direktorat Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan, dan Pembangunan (BPKP) harus mengusut dugaan korupsi pungutan liar yang telah merugikan negara dan memperkaya PT. Pelabuhan Tiga Bersaudara (PT. PTB) sedikitnya sebesar Usd 300 juta, menyusul dibatalkannya Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, prihal Rekomendasi Persetujuan Penetapan Tarif Awal Jasa Kepelabuhan Pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur, berdasarkan putusan peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Nomor: 377/B/2024/PT.TUN.JKT tertanggal 18 September 2024. Berdasarkan ketentuan Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, PT. PTB telah mengenakan tarif bongkar muat memakai Floating Crane kepada seluruh eksportir batubara selaku pengguna jasa kepelabuhan pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa sebesar Usd 1.97 per metric ton.
“Dari tarif senilai Usd 1.97, sebesar Usd 0,8 tanpa dasar hukum masuk ke rekening PT. PTB, dengan dalih untuk jasa Floating Crane. Padahal PT. PTB tidak memiliki unit Floating Crane. Sejak ketentuan tersebut diberlakukan ada Juli 2023 terdapat sebanyak 250 juta metric ton batubara telah diekspor melalui Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau. Sehingga total hasil korupsi pungli yang dinikmati PT. PTB sebesar Usd 300 juta atau setara Rp. 5,040 Triliun, yang seharusnya masuk ke kas negara,“ jelas Rudi Prianto.
Menurut Rudi Prianto, memperhatikan rumusan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, kerugian keuangan negara dapat dalam bentuk penerimaan negara lebih kecil dari yang seharusnya diterima dan/atau hilangnya suatu hak negara yang seharusnya diterima menurut aturan yang berlaku. Pemaknaan kerugian negara adalah secara argumentum a contrario dari definisi keuangan negara menurut penjelasan undang-undang tersebut.
Berdasarkan argument itu, Menteri Perhubungan selaku Pegawai Negeri yang menerbitkan Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023 bersama-sama PT. PTB dapat dikualifisir melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, sebagai terbosan dan penegakan hukum yang progresif, yang tidak hanya bersandar pada rules semata.
Penegak hukum harus pula berlandaskan pada logika dan moral. Sehingga tidak terpaku pada ketentuan Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelum dikeluarkannya Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, PT. PTB diduga telah menyesatkan dan mengelabui Kementerian Perhubungan, melalui paparan dan dokumen yang memuat gambaran palsu dengan menyatakan memiliki kapasitas pelayananan Floating Crane, sesuai ketentuan Permenhub.
Padahal pada kenyataannya PT. PTB tidak memiliki unit alat Floating Crane termaksud. Baru membeli Floating Crane dari Cina setelah berhasil menghimpun uang hasil korupsi pungli dari para pengguna pelayanan jasa kapal dan tarif pelayanan jasa barang di Perairan Muara Berau dan Muara Jawa sebesar Usd 300 juta atau setara Rp. 5,040 Triliun.
Dari hasil korupsi pungli sebesar Usd 0,8 per metric ton yang dipungut PT. PTB hanya sekitar 5% yang disetorkan ke negara sebagai PNBP. Sisanya sebesar 95% dididuga dipakai untuk memperkaya pemilik dan direksi PT. PTB. Selain dipakai untuk suap oknum penyelenggara negara guna memperlancar proses adminitrasi dan operasi politik di kementerian terkait.
“Mengingat kerugian negara mencapai sebesar usd 300 juta atau setara Rp. 5,040 Triliun, KPK harus menjerat pelaku dengan memakai pasal 3, 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sekaligus menyita seluruh Floating Crane yang dibeli oleh PT. PTB diduga dari hasil kejahatan “ tukasnya.
Sebagaimana diketahui, Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, prihal Rekomendasi Persetujuan Penetapan Tarif Awal Jasa Kepelabuhan Pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur yang merupakan usulan PT. PTB selaku BUP atau pemegang konsesi di STS Perairan Muara Berau, ternyata dikeluarkan dengan mengabaikan Intruksi Presiden RI No. 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah yang bersifat strategis dan mempunyai dampak luas bagi masyarakat maka Menteri Perhubungan RI wajib menyampaikan kepada Menteri Koordinator yang koordinasinya terkait dengan kebijakan untuk mendapat pertimbangan sebelum kebijakan ditetapkan. Sekaligus sedikitnya melanggar 10 tahapan prosedur pemerintah.
Menurutnya, berdasarkan data pada Dirjen AHU, Direksi PT. PTB tercacat Direktur Utama, Ika Puspita, Direktur, Ario Bandoro Saputro, Meita Purnamasari, Komisaris Utama, Drs. Sukresno Darmo Sumarto, MBA, Komisaris, Erlis Herawati, Hendrawan, SE. Pemegang saham terbesar dimiliki PT. Indo Investama Kapital, dengan kepemilikan saham Seri A senilai Rp. 18.460.000.000,-. merupakan pengurus aktif di PT. PTB dan memiliki hubungan keluarga yang memiliki konflik kepentingan secara struktural.
Erlis Herawati juga tercatat sebagai pemegang saham Seri A dan B dengan nilai total Rp. 6.76 milyar. “Uang hasil korupsi pungli sebesar Usd 0,8 per metric ton, dengan total senilai usd 300 juta atau setara Rp. 5,040 Triliun diduga mengalir termasuk ke PT. Indo Investama Kapital. Pengalihan saham ini memperlihatkan adanya konsolidasi kendali bisnis dalam satu etintas tertutup (holding) yang terdiri dari para direksi sendiri. Model ini menutupi struktur kepemilikan langsung. Namun tetap mengalirkan hasil usaha termasuk hasil korupsi pungli senilai usd 300 juta atau setaraRp. 5,040 Triliun ke tangan orang yang sama. Hal ini tergolong bentuk praktik korupsi dengan pola self-enrichment dalam satu lingkaran kendali keluarga,” tandasnya.
(Acym)