Pontianak, rajawalionline – Jumat (20/08/2021) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar) kembali melakukan penahanan terhadap 5 orang tersangka yang diduga terlibat dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Pengadaan Barang dan Jasa (KPBJ) salah satu Bank di Kabupaten Bengkayang Tahun Anggaran 2018. Hal ini merupakan bentuk kinerja kejati kalbar mewujudkan komitmen untuk memprioritaskan penanganan kasus Korupsi.
Sesuai Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalbar : Print-24/O.1/Fd.1/08/2021 tanggal 20 Agustus 2021, kini telah dilakukan penyidikan dan sudah ditahan masing-masing berinisial SS, TW, AM, AY dan AR serta yang dalam tahapan penuntutan terdapat 7 orang, sementara yang sudah mendapat vonis pengadilan masing-masing HM yang seolah-olah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diputus Selama 5 Tahun 6 Bulan dan Denda Rp. 100 juta, MR selaku Pimpinan Bank Cabang Bengkayang di Denda Rp. 50 juta, dan SA selaku Kasi Kredit pada Bank Cabang Bengkayang diputus Selama 1 Tahun 8 Bulan denda Rp. 50 juta.
Dalam keterangnnya Kajati Kalbar Masyhudi menegaskan, perkara Korupsi menjadi prioritas dan didahulukan serta penahanan pada tahapan penyidikan selama 20 hari dan ini sebagai bentuk komitmen dalam mewujudkan kepastian dan keadilan dalam penegakan hukum.
“penanganan korupsi menjadi prioritas dan didahulukan, ini bentuk komitmen untuk mewujudkan kepastian, keadilan dalam penegakan hukum dan menunjukkan ketegasan dan tidak pandang bulu terhadap siapa saja pelaku tindak pidana perkara korupsi yang merugikan keuangan dan merusak perekonomian negara dan mengacaukan pembangunan” tegas Masyhudi.
Kajati Kalbar Menjelaskan, kasus ini bermula saat tersangka menandatangani SPK dan dokumen-dokumen lainnya yang isinya direkayasa / fiktif dimana didalam setiap SPK seolah-olah terjadi proses pengadaan barang/jasa dengan Penunjukan langsung padahal proses tersebut tidak pernah dilaksanakan selanjutnya pembayaran/pengembalian uang kredit tidak bisa dilaksanakan karena proyek tersebut (SPK dan DIPA) fiktif sehingga mengakibatkan kerugian keuangan Negara/Daerah sebesar Rp. 8,3 miliar.
(Red)