Tokoh Toleransi Indonesia, Ir. R Haidar Alwi, meluruskan banyak Fitnah Keji yang ditujukan terhadap keturunan Bani Alawi di Indonesia
Cuitan dari akun Twitter @.setiyo_welly. ini berisi fitnah dan berita bohong terhadap keturunan Arab, sebab dalam tulisan ini menyebut “sejarah mencatat TIDAK PERNAH ADA orang Arab yang mengangkat senjata mengusir Belanda dari Bumi Nusantara”.
“Pesan dari cuitan ini sudah menggeneralisir dan ini kebohongan,” kata Haidar Alwi kepada awak media, Jumat (16/8/2024).
Saya akan ungkap faktanya bahwa keturunan Arab tidak seperti yang disampaikan oleh beberapa oknum yang mungkin pernah sakit hati kepada turunan Arab, atau terkena tipu oleh seorang Habib seperti yg pernah dialami oleh cak islah_bahrawi.
“Boleh benci sama oknum itu karena jadi korban tapi akal sehat jangan ditanggalkan!” tandas Haidar.
Boleh benci kepada HRS (Habib Rizieq Shihab) dan mantunya Habib Bahar Bin Smith cs, tapi tetap akal sehat jangan ditanggalkan.
“Kami keluarga keturunan sejak sebelum berdirinya NKRI 1945 sudah menjadi korban dan kebrutalan Belanda dan Jepang,” ungkap Haidar.
“Tolong dicatat ini! Oleh karna itu, beberapa dari keluarga kami Keturunan Arab pun ikut berjuang bersama para pejuang melawan Belanda dalam “Barisan Laskar Jihad” untuk mengangkat senjata melawan Belanda,” papar Haidar.
Diantaranya adalah tokoh toleransi Indonesia HAIDAR ALWI.
Silsilah Singkat Tokoh Toleransi Indonesia Haidar Alwi: Haidar Alwi bin Alwi bin Zainal Abidin bin Husein bin Alwi bin Ahmad bin syeh.
Habib Syeh lahir di Palembang dan dimakamkan di Palembang. Habib Syech mempunyai istri bernama Raden Ayu Syarifah Ratu Nur.
Bapak dari Raden ayu Syarifah ratu nur bernama pangeran Syarif Ibrahim dan ibunya bernama Raden ayu Halimah.
Raden ayu Halimah ini mempunyai bapak bernama Sultan Mahmud Badaruddin 1 Palembang. Sultan Mahmud Badaruddin 1 Palembang adalah mertua dari Kakek tokoh toleransi Indonesia Haidar Alwi yang ke 8.
Pangeran Syarif Ibrahim, menantu Sultan Mahmud Badaruddin 1 Palembang atau kakek dari tokoh toleransi Indonesia Haidar Alwi, meninggal di salah satu pulau di Palembang Sumatra Selatan.
Kakek dari tokoh toleransi Indonesia Haidar Alwi, pangeran Syarif Ibrahim meninggal karena di meriam oleh Belanda dari jarak 2 meter, sehingga dagingnya berceceran dan oleh pengikutnya di makamkan di Pulau Kemarau.
Bapak dari Sultan Mahmud Badaruddin 1, bernama Sultan Mahmud kebungede, Naik lagi bernama Sultan Cinde Walang.
Kakek yang ke 10 sampai ke 17 beliau lahir dan besar di Indonesia, nasabnya nyambung ke Raden Kiyan Santan dan Prabu Siliwangi dari jalur salah satu istri dari kakek-kakek beliau yang 15,16 dan 17, dan baru yang ke-18 lahir, besar dan dimakamkan di Hadramaut .
Jadi jika melihat perjuangan kakek-kakek dari tokoh toleransi Indonesia Haidar Alwi, kakek yang ke-10 sampai ke-17, beliau beliau lahir dan besar di Palembang.
Jadi kira-kira jika melihat fakta sejarah tersebut, mana yang disebut pribumi dan mana yang non pribumi.
Kemudian ada beberapa fakta yang dicatat oleh sejarah dan sudah saya upload di Facebook agar tercatat.
Berikut saya ambil catatan dari penulis Nauval Mutahar;
Kisah para pejuang Habaib melawan penjajah di bumi Nusantara before after Kemerdekaan ’45!
Nauval Mutahar
Ente Sudah Buat Apa???
Saya terkejut ketika ada oknum kyai dengan berapi-api di atas mimbar menceritakan perjuangan para ulama melawan penjajah.
Lalu dengan nada sinis mengirimkan pesan kepada kaum Sadah Baalawi ‘Ente Ada Dimana?’.
Maksudnya, dimana peran para sadah Ba’alawi ketika perjuangan fisik melawan penjajah. Lalu disambung lagi dengan kalimat tegas ‘Tidak ada’.
Baiklah, akan coba saya uraikan jawaban untuk oknum kyai tersebut agar kita bisa berpikir jernih…!!
Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang/1767-1852) dan dibantu oleh gurunya yang kemudian dijadikan menantunya yaitu Sayid Umar bin Muhammad Assegaf mengobarkan perang melawan Belanda dan Inggris di Palembang.
Sang Sultan dan Sang Sayid beserta keluarga besarnya pun ditangkap dan diasingkan ke Ternate sampai wafat. Kelak Sayid Abdullah bin Umar Assegaf juga diasingkan ke Tondano Sulawesi karena melawan kolonial.
Ketika pecah Perang Jawa (1825-1830) yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro terdapat banyak Sadah Alawi yang berada di barisan Diponegoro.
Diantaranya Sayid Hasan bin Alwi Baabud yang menjadi komandan Resimen lalu mendapat gelar Tumenggung Samparwadi. Ayahnya Sayid Alwi datang dari Hadramaut.
Dan di antara Sadah Alawi yang berjuang bersama Diponegoro adalah Sayid Husin bin Yahya, Sayid Usman bin Yahya, Sayid Umar bin Abdurrahim Basyaiban atau Raden Sutodono, Sayid Awud bin Husin bin Yahya atau Raden Aryo Diwiryo. Kesemuanya di Wonosobo. Dan banyak para Sayid yang rela mengganti namanya menjadi nama Jawa, agar tidak ditangkap oleh Belanda.
Dan banyak kisah para Sayid dari klan bin Yahya, Baabud, Basyaiban, Bafaqih dan lain-lainnya yang berada dalam barisan Diponegoro. Dan tetap menentang kolonialisme meski dalam skala yang lebih kecil. Terlalu panjang jika diuraikan.
Dalam dokumen Belanda disebut seorang bernama Sayid Muhammad. Dari Hadramaut beliau ke Mekah lalu ke Aceh dan masuk ke Jawa mengobarkan perlawanan dan ditangkap tahun 1815, dan diasingkan tanpa diketahui makamnya.
Ia dijuluki Sayid Muhammad Kramat. Bahkan dalam laporan disebut, perlawanannya terhadap kolonial, menjadi inspirasi bagi Pangeran Diponegoro dalam mengobarkan perang Jawa.
Di Aceh terkenal nama Sayid Mahmud yang menentang kolonial. Saking sulitnya dideteksi karena bergerilya keluar masuk hutan, menyebabkan Belanda mengirim mata mata yang lalu bisa di lukis oleh intelejen Belanda tersebut di tahun 1883.
Ia dijuluki Sayid Kramat. Dan juga ada Sayid Abdullah Alatas yang dijuluki Tengku Panglima dalam perang Aceh tahun 1871.
Ia terkenal karena mencari senjata senjata untuk berperang melawan kolonial. Serta tentu saja kisah yang sudah terkenal Sayid Abdurrahman Azzahir dalam perang Aceh.
Di tahun 1900-an banyak Sayid yang dipenjara karena melawan kolonial. Diantaranya Sayid Abdullah bin Muhsin Alatas (Bogor), Sayid Salim bin Jindan (Jakarta), Sayid Ali Kwitang, dan masih banyak lagi.
Tahun 1943 Sayid Shaleh Alaydrus (Kubu) diculik oleh Jepang lalu dihukum mati karena menentang penjajahan Jepang di Kalimantan Barat. Hingga kini jasadnya belum diketahui.
Tahun 1944 Sultan Syarif Muhammad Al Kadri (Pontianak) beserta keluarga dan pengikutnya dibunuh oleh tentara Jepang karena mengobarkan perlawanan.
Ketika tahun 1948 pecah perang di Semarang dalam agresi militer ke-2 Belanda, telah gugur Sayid Umar bin Abdillah Assegaf dan dimakamkan di taman makam Pahlawan di Semarang.
Dalam agresi 1948 tersebut ada seorang Sayid, bernama Husin bin Salim Al Muthahar yang sangat di percaya oleh Presiden Soekarno untuk menyelamatkan bendera pusaka.
Dengan bertaruh nyawa karena diincar Belanda, maka bendera dibawanya dengan hati hati agar tidak jatuh ke tangan Belanda. Karena bendera adalah simbol kehormatan negara.
Untuk mengelabui Belanda, maka Sayid Husin membuka jahitan bendera menjadi dua, hingga terlihat seperti kain berwarna merah dan putih agar tidak diketahui oleh Belanda.
Kelak Sayid Husin terkenal sebagai pengarang banyak lagu-lagu kebangsaan seperti lagu Syukur, Hari Merdeka, Diragahayu Indonesia-ku dan lain lain.
Belum lagi Sayid Idrus bin Salim Al Jufri (Palu) dan Sayid Muhsin bin Abdullah Assegaf (Solo) yang menulis syair tentang kemerdekaan Indonesia.
Dan masih banyak peran para Sayid dalam perang fisik melawan penjajah. Jika ada nama yang belum disebut silahkan tambahkan nama-nama pejuang dari sadah Alawi…terima kasih !!
Dan untuk oknum kyai tersebut, saya hanya bisa bertanya ‘Ente sudah buat apa untuk negeri ini?
Maaf, ente hanya bisa bikin keributan, fitnah, adu domba, dan menebar kebencian dengan modus SARA (Suku Agama Ras). Ente tak ubahnya duri dalam daging persatuan NKRI !!
Saya tak peduli orang percaya atau tidak sama nasab saya. Percaya silahkan, tidak percaya silahkan. Jika ada oknum sayid yang berbuat buruk jangan digeneralisir semua buruk. Jika saya berbuat buruk, maka jangan disamakan semua sayid buruk seperti saya.
Ambil yang baik dan tinggalkan segala fitnah,kebencian dan adu domba. Jaga NKRI ini dengan akal, hati, perbuatan dan doa doa kita.
Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kepada kita hidayah dan hati yang bersih agar kita selamat di dunia dan akhirat. Aamin
Catatan : Memiliki hati yang bersih seperti menghirup udara segar di pegunungan dan menjadi sebab sehatnya akal,hati dan badan. Hati yang buruk ibarat menghirup polusi udara dan berpotensi merusak badan. Semoga bermanfaat. (alam)