Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris Internasional, menghadapi ujian berat akibat tindakan sewenang-wenang pemerintah. Dari BPPN hingga Satgas BLBI — lembaga yang dibentuk untuk menyelesaikan masalah ekonomi — malah meninggalkan luka mendalam bagi dirinya dan keluarganya.
Ketika BPPN bubar, warisan sengketa justru dilanjutkan oleh PUPN dan KPKNL, dengan pendekatan yang tak hanya melanggar aturan, tetapi juga memperlihatkan bagaimana instrumen negara digunakan untuk merampas hak warganya dengan dalih penegakan hukum.
Bukti Dipalsukan, Hak Dirampas
Keputusan Pengadilan Negeri tahun 2000 dan Pengadilan Tinggi tahun 2001 yang memenangkan Andri Tedjadharma, seharusnya menjadi penegasan atas hak-haknya. Namun, Satgas BLBI malah memanipulasi melalui beredarnya salinan putusan kasasi nomor 1688, yang tidak terdaftar di Mahkamah Agung, dijadikan dasar penyitaan asetnya. Peristiwa ini bukan hanya mencerminkan pelanggaran hukum, tetapi juga mengungkap konspirasi terorganisasi di balik layar.
“Negara hukum yang seharusnya menjunjung keadilan, justru menjadi tempat suburnya kezaliman,” kata Andri melalui percakapan whatsapp, Minggu (26/1) malam.
Negara Tanpa Akuntabilitas
Ironisnya, aset-aset Bank Centris yang dikuasai BPPN sejak 4 April 1998, hingga kini tidak pernah ada kejelasan hukumnya. Tidak ada transparansi dan pertanggungjawaban, baik aset dan harta Bank Centeis berupa promes nasabah senilai Rp492 milyar, serta sertifikat jaminan lahan 452 hektar yang telah dipasang hak tanggungan atas nama Bank Indonesia.
Pasahal, di dalam persidangan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bank Indonesia membuktikan telah menyerahkan kepada BPPN, berdasarkan tanda terima yang sah.
Tapi, KPKNL sebagai kepanjangan tangan dari BPPN telah sengaja menghilangkan dan menggelapkannya.
“Salinan putusan kasasi no 1688, meski tidak terdaftar di MA, amar putusan nomor duanya, sangat jelas menyebutkan Akte 46 itu sah dan berharga. Tapi, KPKNL malah mengabaikan dan tidak melakukan eksekusi seperti yang tertulis. KPKNL malah menyita harta pribadi pemegang saham dan keluarga yang tidak ada kaitannya dengan masalah bank dan tidak pernah dijaminkan kepada siapapun. Ini jelas perbuatan yang sewenang-wenang tanpa dasar hukum di negara hukum,” kata Andri.
Ia menambahkan, KPKNL terus saja melakukan penagihan dan ancaman penyitaan, serta penghilangan hak keperdataan terus dilayangkan, seolah pemerintah selalu berada di posisi yang mutlak benar, tanpa mempertimbangkan hak warga negara.
Menyelamatkan Kepercayaan Publik
BPPN dan Satgas BLBI kini sudah bubar, namun jejak ketidakadilan yang ditinggalkan masih menyisakan luka. Kasus yang sebenarnya telah ditangani Kejaksaan Agung dan terkubur di Mahkamah Agung, dihidupkan kembali tanpa dasar hukum yang sah. “Jika pemerintah membiarkan tindakan ini berlanjut, kepercayaan rakyat terhadap institusi negara akan hancur,” kata Andri Tedjadharma.
Andri Tedjadharma pun menyerukan agar pemerintahan Presiden Prabowo segera mengambil langkah tegas. Audit menyeluruh terhadap Satgas BLBI, PUPN, dan KPKNL harus dilakukan untuk mengungkap pelanggaran hukum yang terjadi. “Sejarah akan mencatat, jika keadilan tidak ditegakkan, Indonesia hanya menjadi negara yang memelihara kezaliman,” tutupnya.