Dampak El Nino Terhadap Produksi Pangan dan Solusi Melalui Teknologi Biosoildam MA-11

Jakarta, rajawalionline.com – Presiden Joko Widodo juga mencatat dampak negatif El Nino terhadap produksi pangan dalam negeri. Meskipun hasil panen di beberapa wilayah terlihat baik, kekeringan akibat El Nino telah mengurangi hasil produksi. Untuk mengatasi ini, pemerintah menambah cadangan beras nasional sebanyak 1,5 juta ton.

Prestasi petani yang menggunakan teknologi Biosoildam MA-11 sangat mengesankan, dengan hasil panen yang meningkat hingga 2 kali lipat dan biaya produksi yang lebih rendah. Pemantauan terus dilakukan, dan hasilnya menunjukkan peningkatan tingkat keasaman tanah dan ketersediaan hara yang memungkinkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik.
Penerapan teknologi Biosoildam MA-11 dalam pertanian, terutama dalam kasus Bawang Merah di Pidie Aceh, merupakan contoh konkret bagaimana inovasi teknologi dapat membantu petani menghadapi tantangan iklim ekstrim seperti El Nino. Dampak negatif El Nino terhadap produksi pangan dalam negeri menjadi isu yang perlu diatasi dengan solusi yang cerdas.

Biosoildam MA-11 membuktikan dirinya sebagai alat yang efektif dalam mengubah dinamika pertanian di wilayah tersebut. Dengan aktivasi populasi mikroba yang tinggi dalam tanah, teknologi ini mampu meningkatkan ketahanan tanah terhadap perubahan cuaca ekstrem, menjaga kandungan nutrisi, dan pada akhirnya, meningkatkan hasil panen Bawang Merah hingga mencapai 18 Ton/Ha. Keberhasilan ini adalah bukti bahwa inovasi teknologi berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan dan lingkungan yang berkelanjutan.
Selain itu, penerapan Biosoildam MA-11 oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di berbagai provinsi sejak tahun 2011 adalah langkah yang positif dalam menjaga ketahanan pangan dan mengendalikan inflasi. Hasilnya, petani yang mengadopsi teknologi ini telah mencapai peningkatan hasil panen hingga dua kali lipat, sambil mengurangi biaya produksi. Lebih dari itu, pemantauan yang berkelanjutan juga menunjukkan perbaikan tingkat keasaman tanah dan ketersediaan hara, yang berarti pertumbuhan tanaman yang lebih baik dalam jangka panjang.

Dengan kata lain, teknologi Biosoildam MA-11 adalah contoh bagaimana inovasi teknologi di sektor pertanian dapat menjadi pilar utama dalam menjaga ketahanan pangan, mengatasi dampak perubahan iklim, dan meningkatkan produktivitas petani. Langkah-langkah seperti ini seharusnya menjadi inspirasi untuk investasi lebih lanjut dalam penelitian dan pengembangan teknologi pertanian yang berkelanjutan. Dengan upaya bersama, kita dapat menghadapi tantangan iklim dan memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan di masa depan.

El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera

Pasifik bagian tengah. Fenomena ini telah mengancam ketahan pangan akibat gagalnya usaha pertanian dibeberapa wilayah. Terkait bencana ini penulis telah melakukan eksperimen 10 tahun silam guna hadapi ioklim ektrim akiba perubahan iklim global. Hasil analisis yang di lakukan kegagalan usaha pertanian yang disebabkan fenomena ini adalah:

  1. Daya dukung lahan tidak optimal akibat matinya tanah oleh pemakaian pupuk kimia semenjak revolusi hijau tahun 1970
  2. Rendahnya kemampuan menyimpan air dan nutrisi alami dalam periode panjang, bahkan dalam 1 periode musim saja sudah kering/ kosong.
  3. Rapuhnya anatomi tanaman mulai dari ujung akar sampai ujung daun akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimia/ sintetis.
  4. Bersarangnya virus yang terbawa di benih sehingga menghasilkan tanaman yang cacat/tidak sehat.
  5. Aparat Daerah terutama Dinas Teknis dan PPL di daerah yang tidak punya sololusi jelas (cepat , murah dan terukur)
  6. Hasil hasil penelitian Balai / Litbang Pertanian yang tidak solutif pada krisis ini

Kondisi inilah yang memicu tidak optimalnya pertanian di negara kita selama ini, bahkan kebijakan yang memperbaikinya dari 4 faktor tersebut belum ada secara nyata dan massif. Sejak tahun 2008 telah melakukan riset untuk mengantisipasi 4 faktor tersebut. Dengan penemuan Biosoildam MA11 merupakan teknologi Agrokonservasi yang mampu mengontrol
kekuatan daya dukung tanah dan anatomi tanaman untuk hadapi iklim ekstrim.
Kontrol tersenbut didasarkan oleh ”5 Standar & Asesmen” dimulai dari

  1. Standar 1 : Kwalitas Biomasa Padat >=2000 uS/cm , Cair >=10.000 uS/cm
  2. Standar 2 : Kwalitas Biomasa Terfermentasi Padat >=4000 uS/cm , Cair >=15.000 uS/cm
  3. Standar 3: Kwalitas Kesehatan Tanah >= 100 juta Pupulasi Mikrotba / gram tanah
  4. Standar 4 : Kesuburan masa Vegetatif >= 1000 uS/cm
  5. Standar 5 : Kesuburan masa Generatif >= 2000 uS/cm

Dengan standar kwalitas biomasaa sebagai pupuk padat/ cair tersebut mengandung unsur makro dan mikro mampu memberikan nutrisi alami dan memurnikan genetik sehingga menghasilkan tanaman yang berstruktur rigit tidak mudah busuk/ rusak akibat kebanjiran/badai/kekeringan panjang.

Dengan standar kesehatan dan kesuburan tersebut tanah, maka tanah mampu mensuplai air dan nutrisi sepanjang musim oleh aktifasi mikrtoba. Mikroba memiliki peran penting dalam rantai karbon seperti : Penguraian Bahan Organik, Fotosintesis, Proses Respirasi, Pembentukan Tanah, Sumber Daya Energi, Penyimpanan Karbon. Manfaat ini memiliki dampak yang
signifikan terutama dalam hadapi iklim ekstrim.

Teknologi Agrokonservasi biosoildam MA-11 ini merupakan salah satu upaya inovatif yang dapat meningkatkan hasil panen dua kali dan menekan biaya operasional 70 % & telah digunakan untuk mendukung Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) oleh Bank Indonesia di hampir semua provinsi agar petani mandiri pupuk dan pakan serta lingkungan lestari. Implementasi ini masih bersifat spot-spot belum masif/ merata karena belum ada dukungan sepenuhnya dari Pemerintah Darerah & Pusat, karena masih cenderung penggunaan dengan pupuk kimia/ sintetis.
Implementasi Biosoildam MA11 di tiap kelompok dengan berbagai komoditas telah kita pantau dan catat semua parameter sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan dengan teknologi ini dalam info grafis. Parameter tersebut meliputi keasaman tanah, kesuburan tanah, penggunaan pupuk dasar dan cair, hasil panen per hektar serta biaya operasioanl per musim tanam. Sebagai contoh demplot Padi Total Organik MA-11 di Karang Bulu Boyolali Jawa Tengah mulai diterapkan dengan MA11 pada tahun 2013, indikasi keasaman saat itu di skala 5 dan meningkat ke normal pada tahun 2022 menjadi 6,5. Tingkat hara tanah masif juga mengalami kenaikan dari awal yang hanya 300 uS/cm meningkat menjadi 1100 uS/cm ini membuat hasil panen meningkat yang semula hanya 5 Ton/Ha menjadi 15 Ton/Ha dengan penurunan jumlah pupuk dasar (superbokashi) yang semula membutuhkan 10 Ton/Ha menjadi hanya 3 s/d 5 Ton/Ha. Sehingga dari infografis secara jelas bisa dilihat nilai ekonomi dan nilai konservasinya.

Konsep ini telah teruji & terbukti di banyak daerah dan akan dapat selamatkan dengan cepat, hemat dan akurat /terukur jika kita lalukan dengan sistem terintegrasi Pertanian & Peternakan. Dimana 3 ekor sapi limbahnya (kohe & urine) bisa untuk memupuk 1 ha sawah dan 1 Ha sawah limbahnya (jerami, dedak, sekam) bisa untuk memupuk 3 ekor sapi.
Fermentasi Pupuk hanya perlu waktu satu (1) malam bonusnya Energi Biogas dan fermentasi pakan hanya perlu waktu lima (5) hari bunusnya Energi Bioetanol, semua terukur dengan alat EC sensor organic yang saya rancang. Kegiatan ini bisa mewujudkan lumbung Pakan & lumbung Pupuk untuk mensuport lumbung Pangan walaupun dihajar iklim ekstrim di suatu desa atau klaster/ kelompok, sehingga petani mampu mandiri total dengan Teknologi
Biosoildam MA-11, dan kedaulatan Pangan & Energi akan mudah diwujudkan.

Related posts