Setelah menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kementerian BUMN, Rabu pekan lalu, puluhan pelaku usaha swasta lokal dan nasional yang menjadi korban BUMN PT Istaka Karya atau menamakan dirinya Perkobik (Persatuan Rakyat Korban BUMN Istaka Karya) kembali melakukan unjuk rasa menuntut pemerintah/negara untuk bertanggungjawab membayar lunas utang-utang Istaka Karya.
Kali ini, unjuk rasa digelar di Silang Monas Barat Daya, tepatnya di areal Patung Kuda Indosat, secara khusus ditujukan kepada Menkopolhukam, Prof Mahfud MD.
Harapan Perkobik, Mahfud MD selaku Menkopolhukam dapat memahami tuntutan mereka atas pembayaran utang-utang Istaka Karya yang terjadi, sebelum BUMN Istaka Karya itu dinyatakan pailit dan dibubarkan, sekaligus membantu untuk penyelesaiannya secara arif dan bijak. “Sudah lebih dari 12 tahun kawan-kawan Perkobik menanti pembayaran dari PT Istaka Karya. Mereka mengalami penderitaan yang begitu panjang. Mudah-mudahan Pak Mahfud dapat membantu kami,” kata Bambang Susilo, Ketua Perkobik.
Bayangkan saja, kawan-kawan Perkobik ini telah menyelesaikan semua pekerjaan yang diberikan PT Istaka Karya. Ambil contoh, pelebaran dan peninggian jalan tol Prof Sedyatmo tahun 2008, pembangunan tol Ungaran tahun 2010, gedung kantor imigrasi 2011, dan lain sebagainya. Tidak sedikit modal uang, barang dan tenaga untuk itu. Tapi, pembayaran belum mereka terima. Kalaupun ada, nilainya masih kecil sekali.
Padahal, di sisi lain, mereka tetap punya kewajiban untuk mengeluarkan biaya operasional perusahaan, membayar gaji karyawan, membayar tagihan pinjaman bank, membayar utang, pajak, dan seterusnya. “Rasanya sulit membayangkan menunggu pembayaran lebih dari 12 tahun di tengah modal perusahaan yang harusnya berputar. Beruntung, banyak dari mereka masih bisa bertahan. Meski, tidak sedikit yang terpaksa tutup. Bangkrut karena modal usahanya nyangkut di Istaka. Bahkan, kabarnya, ada yang sampai bunuh diri lantaran dikejar tagihan bank dan pajak,” ungkapnya.
Bambang sendiri mengaku, mengalami penderitaan yang sangat berat. Sebagai penyandang disabilitas yang berupaya membangun usaha ekonomi secara mandiri dengan menjual pasir dan batu, dalam mengerjakan proyek pembangunan underpass Kentungan Yogya tahun 2018, dirinya telah meminjam modal ke Bank BRI dengan menjaminkan asetnya.
Siapa sangka, setelah proyek selesai, pembayaran dari PT Istaka Karya ternyata tersendat. Akibatnya, Bambang tidak bisa membayar tagihan Bank BRI. Menyakitkannya lagi, pihak Bank BRI tidak mau tahu alasan dirinya yang tidak dapat membayar pinjaman karena tagihan di PT Istaka Karya belum dibayar.
“Saya merasa saya dibuat miskin secara sistemik oleh pemerintah. Bagaimana tidak sistemik? Saya pinjam modal ke bank pemerintah untuk mengerjakan proyek pemerintah. Tapi, setelah proyek pemerintah itu selesai, pemilik proyek pemerintah yang notabene adalah perusahaan pemerintah, kenyataan tidak melunasi pembayaran. Kemudian, saya dipaksa harus melunasi pinjaman bank pemerintah. Kalau tidak, rumah saya disita. Gila kan,” ujar Bambang.
Pemiskinan berlanjut. Bambang terpaksa merumahkan para karyawan yang semuanya juga penyandang disabilitas kurban erupsi Merapi. Mereka kehilangan pekerjaan. Anak dan istri menjadi terlantar. “Apa bukan masif dan sistemik kalau seperti ini,” sesalnya.
Karena itu, sambung Bambang, Perkobik berharap Menkopolhukam dapat menjembatani aspirasi mereka agar pemerintah dapat menyelesaikan persoalan secara arif dan bijaksana. “Kami tidak menentang pembubaran BUMN. Kami minta selesaikan dulu hak-hak kami. Bayar lunas seluruh utang. Utang harus dibayar,” tegasnya.
Persekongkolan Jahat dan Modus Korupsi Baru
Lebih jauh, dalam kesempatan ini, Perkobik juga ingin menyampaikan ke Menkopolhukam bahwa proses pemailitan Istaka Karya dipenuhi rekayasa bahkan terindikasi adanya tindak korupsi dengan modus baru.
Perkobik melihat proses pemailitan PT Istaka Karya terjadi karena adanya permufakatan atau persekongkolan jahat antara PT PPA (Perusahaan Pengelola Aset yang juga BUMN) bersama Kurator dengan mengatur agar pemegang saham seri C dari PT Istaka Karya menggugat pembatalan hamologasi. “Pemegang saham seri C ini diajak menggugat pembatalan hamologasi supaya pailit dengan dijanjikan pembayaran piutangnya. Kami punya bukti dan saksi untuk itu,” kata Bambang.
Selain itu, Perkobik ingin Mahfud MD juga dapat memeriksa bahwa pailitnya PT Istaka Karya ini justru telah menyalahi aturan yang dibuat oleh pemerintah sendiri, yakni PP No 44 Tahun 2018. “PP No 44 Tahun 2018 secara tegas dan rinci mengatur rencana pembayaran kembali saham-saham milik para pemegang saham seperti tertuang dalam hamologasi tahun 2012,”ungkapnya.
Aksi unjuk rasa sebelum memasuki bulan suci Ramadhan 2023 ini, kata Bambang, untuk mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pembubaran BUMN PT Istaka Karya dengan dalih pailit, membawa dampak sangat besar ke depannya. “Kepercayaan usaha swasta yang tinggi terhadap pemerintah akan hilang. Pailit hanya modus korupsi gaya baru,” jelasnya.
Proses mekanisme penjualan aset pun sangat tidak transparan. “Berapa aset PT Istaka Karya, kami tidak tahu. Berapa yang dijual, kami tidak pernah tahu. Begitu kami minta ke kurator, kami di pingpong minta ke hakim pengawas. Sementara dari info yang kami dapat, sudah ada beberapa aset dijual di bawah tangan. Alasannya, digunakan untuk operasional,” cetus Bambang.
Sekadar diketahui, sedikitnya ada 160 perusahaan subkontraktor dan suplier yang menjadi korban BUMN PT. Istaka Karya. Perusahaan-perusahaan ini ikut membangun berbagai infrastruktur di tanah air. Rata-rata mereka menunggu pembayaran lebih dari 12 tahun. Menurut informasi yang beredar, utang PT Istaka Karya kepada para mitranya mencapai Rp1.1 triliun.
Lebih jauh, Bambang mengingatkan, bila apa yang disuarakan Perkobik tidak mendapat perhatian sungguh-sungguh dari pemerintah, ada rencana aksi yang bagi Perkobik sendiri tidak disukai untuk dilakukan. Apalagi, bagi masyarakat dan pemerintah.