Andri Gugat Kemenkeu dan Bank Indonesia 11 Triliun

Andri Tedjadharma, pemegang saham sekaligus komisaris Bank Centris Internasional (BBO/Bank Beku Operasi), melalui kuasa hukumnya I Made Parwata SH, telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat dua pekan lalu.

Sidang perkara perbuatan melawan hukum dengan tergugat I Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sebagai tergugat II ini, rencananya digelar perdana pada Senin, 25 Maret 2024.

Dalam siaran pers yang diperoleh media ini, Andri Tedjadharma secara pribadi selaku penggugat, menegaskan, bahwa dirinya maupun Bank Centris Internasional bukanlah obligor BLBI.

Berdasarkan bukti-bukti hukum yang telah disahkan majelis hakim PN Jakarta Selatan tahun 2000, Bank Centris Internasional tidak pernah menerima pinjaman atau bantuan likuiditas dari Bank Indonesia. “BCI tidak pernah berhutang, apalagi saya secara pribadi,” tegas Andri.

Ia mengungkap, berdasarkan bukti-bukti hukum yang disahkan majelis hakim PN Jakarta Selatan, dan bukti-bukti itu datang dari penggugat (BPPN-red), dana BLBI mengalir ke rekening rekayasa mengatasnamakan Bank Centris Internasional, bernomor 523.551.000.

“Itu rekening pribadi. Bukan rekening milik PT Bank Centris Internasional. Rekening asli PT Bank Centris Internasional adalah 523.551.0016,” jelas Andri.

Bank Centris Internasional tidak pernah menerima dana BLBI. Dengan kata lain, dia dan Bank Centris Internasional bukanlah obligor BLBI.

“Tuduhan bahwa kami menerima BLBI tidak benar dan sama sekali tidak berdasarkan hukum. Terbukti dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2000, dana BLBI itu mengalir ke rekening rekayasa yang dibuat Bank Indonesia,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, bahwa Bank Centris Internasional dengan Bank Indonesia terikat perjanjian jual beli promes. Perjanjian jual beli promes nasabah Bank Centris Internasional ke Bank Indonesia ini sesuai Akta 46 yang ditandatangani Bank Indonesia dan Bank Centris Internasional pada 9 Januari 1998, di hadapan notaris Teddy Anwar.

Perjanjian jual beli promes nasabah milik Bank Centris Internasional ke Bank Indonesia sebesar Rp 490 milyar, papar Andri, dikuatkan lagi dengan jaminan lahan seluas 452 hektar milik PT VIP yang merupakan nasabah Bank Centris. “Lahan 452 hektar ini juga sudah hipotek atas nama Bank Indonesia,” ujarnya.

Lebih jauh, Andri menjelaskan alasannya mengapa menggugat Kemenkeu dan BI, serta menuntut ganti rugi 11 Trilyun?

Pertama, karena dia dan Bank Centris Internasional tidak pernah menerima dana BLBI. Dengan kata lain, dia dan Bank Centris Internasional bukanlah obligor BLBI. “Tuduhan bahwa kami menerima BLBI tidak benar dan sama sekali tidak berdasarkan hukum. Terbukti dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2000, dana BLBI itu mengalir ke rekening rekayasa yang dibuat Bank Indonesia,” ujarnya.

Kemudian, dana BLBI dari rekening rekayasa di BI tersebut, sambung Andri, mengalir ke bank-bank swasta lain. Ia menegaskan, ada tiga bank swasta yang dia ketahui menerima aliran dana BLBI dari rekening rekayasa di BI itu. “Terbukti dari bukti-bukti yang diajukan BPPN di persidangan, dana BLBI mengalir dari rekening rekayasa ke rekening bank-bank swasta. Kami pastikan ada tiga bank yang terbukti menerima dana BLBI,” ujarnya seraya menyebut inisial bank itu antaralain Bank Me, Bank Si dan Bank BT**.

Kedua, Bank Centris Internasional belum  menerima uang penjualan promes nasabah sebesar Rp492 milyar dari Bank Indonesia. Kemudian, Bank Centris juga harus kehilangan lahan seluas 452 hektar yang sudah di-hipotek atas nama Bank Indonesia. “Dari penjualan promes nasabah yang tidak dibayarkan BI, dan hilangnya jaminan lahan seluas 452 hektar, kami dirugikan hampir Rp 1 Trilyun,” ujar Andri.

Ketiga, promes nasabah Bank Centris Internasional ternyata telah dijual oleh BI kepada BPPN senilai Rp 629 milyar. Ini sesuai Akte 39, jual beli Cessie Bank Indonesia dengan BPPN. Sehingga berdasarkan itu BPPN merasa berhak menagih kami.

“Bayangkan penderitaan yang kami alami. Bank kami di BBO. Setelah itu, disita dan diambil seluruh dokumen beserta asetnya. Promes nasabah kami tidak dibayar. Jaminan kami hilang. Sekarang, kami masih ditagih dan disita aset pribadi kami. Padahal, semua itu sama sekali tidak ada dasar hukumnya,” tutur Andri.

“Saya sudah menderita 25 tahun dan sudah sakit bermacam-macam penyakit dan sudah siap mati, menahan diri untuk tidak mengekspose hal ini “bukan karena saya salah dan takut”, tapi karena saya sayang pada bangsa Indonesia, karena jika aib ini saya buka akan menemukan kehancuran ekonomi Indonesia. Sejak awal di PN Jaksel tahun 2000, saya sudah nyatakan, telah terjadi perbuatan penggelapan dan penipuan terhadap bangsa Indonesia dengan cara melakukan perbuatan Bank di  Dalam Bank di BANK INDONESIA dengan memanfaatkan Bank Centris,” pungkas Andri. (is)

Related posts