“Mr Blower KPK, Tanda Tanya Besar Buat Bangsa”
Oleh: Minggus Dramiki Novian (Pimpinan Redaksi)
2 Februari 2021
Revisi tulisan tanggal 15 juli 2018 disalah satu media online yang dirubah tanpa seijin penulis.
Penegakan hukum di bidang korupsi sudah sekian dekade digencarkan oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), sebagai lembaga anti rasuah yang di bentuk berdasarkan UU KPK ini terasa super body sehingga banyak mendapat kritikan, terutama dari beberapa anggota dewan di Gedung Kura-Kura, juga sebagian elemen mahasiswa yang tergabung di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Banyak kritikan yang dilontarkan ke KPK, sebagai Negara Kesatuan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, rasanya perlu melihat secara jernih kinerja KPK. Kususnya harapan adanya kontrol dengan fungsi pengawasan yang lebih terhadap pidana Korupsi. Namun apa yang terjadi, banyaknya kasus korupsi yang dijatuhi hukuman yang tak setimpal perbuatan.
Untuk itu, sempat beredar permintan kepada Presiden selaku Kepala Negara, seyogyanya membentuk tim Khusus dalam mengawasi Lembaga tersebut, Dan ada pula yang minta membubarkan lembaga tersebut.
Apa sebab? Memang Lembaga KPK adalah Lembaga yang yang berlandaskan hukum penegakan Korupsi, akan tetapi kinerja lembaga itu juga harus diawasi oleh Negara. Tidak sedikit kasus korupsi yang ditangani lembaga tersebut, bahkan korupsi yang besar di negara ini. Tentu tidak menutup celah, ada “pemainan”, KPK yang diharapkan transparan, tapi masih ada informasi yang menyimpang dilembaga tersebut.
Pertanyaannya selanjutnya? Apakah semua penanganan Kasus Korupsi itu selesai dan sesuai dengan penegakan hukumnya?
Berdasarkan informasi yang pernah diterima tim rajawalionline.com, sempat beredar rumor tentang peran serta Mr Blower diseputaran KPK, menurut informasi, itu adalah perpanjangan tangan KPK, atau bisa dikatakan sebagai Tim “penyelesaian diluar konteks Hukum” yang berlaku. Nah.. ini yang harus Kita cermati bersama, apakah Lembaga KPK itu masih layak di Perjuangan, atau hanya sebagai wadah tambahan penegakan Hukum yang buang energi saja.
Sementara, masih Ada Lembaga Kejaksaan RI yang juga punya fungsi dalam Penanganan korupsi, kenapa Lembaga itu saja yang di perbaiki, jadi tidak membuang Anggaran yang begitu banyak untuk membentuk Lembaga Baru, yang tupoksinya ada dilembaga lama.
Kejaksaan juga bisa diperbaikin dalam penegakan hukumnya, seperti yang baru kita ketahui bersama, saat ini penangan Kasus Jiwasraya yang ditangani, menjadi Apresiasi untuk kejaksaan, vonis hukuman seumur hidup yang diputuskan buat enam tersangka, sebagaimana diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan pidana seumur hidup pada mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya periode Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 2008-2014, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto. Sementara Dua tersangka Benny Tjokrosaputro, Direktur Utama Hanson International Tbk (MYRX), Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), selain pidana penjara seumur hidup dan denda, juga harus mengembalian uang kerugian masing-masing Rp 6,078 triliun untuk Bentjok dan Rp 10,72 triliun untuk Heru Hidayat.
Disisi lain, wacana pembubaran KPK sudah lama di dengar dari berbagai kalangan, baik pemerhati kinerja penegakan korupsi, maupun tokoh lainnya. Seperti, mantan Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah, ada juga elemen mahasiswa yang tergabung di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang Juga sempat meminta pembubaran KPK lantaran dinilai tidak optimal. Hal ini sudah sepatutnya Kita telaah bersama, karena Ada baiknya buat kemajuan bangsa ini kedepannya, agar bisa meminimalisir penggunaan anggaran negara yang tepat sasaran, sehingga tidak terjadinya pemborosan keuangan negara.
Kenapa kita harus buat rumah baru, kalau ada rumah lama yang bisa kita perbaharui toh fungsinya juga sama, tinggal lagi bagaimana penggunaan dan pemanfaatannya lebih baik, modern, tegas, dan transparan kedepannya. Ternyata, rumah lama bisa menorehkan prestasi yang gemilang, dibanding rumah baru yang mungkin saja menjadi tempat “ajang negosiasi permainan tingkat Tinggi”.
Sejarah Berdirinya KPK
KPK didirikan pada 2002 saat Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden ke-5 RI Megawati. Dengan salah satu alasan KPK dibentuk atas dasar kinerja kejaksaan dan kepolisian yang pada saat itu dirasa masih belum profesional dalam menangani kasus korupsi dan dinilai tidak mampu menangkap koruptor.
Sebelumnya, memang ide awal pembentukan KPK sudah sempat di wacanakan oleh Presiden Ke 3 RI BJ Habibie, yang mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
Habibie kemudian mengawalinya dengan membentuk berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU dan lembaga Ombusman.
Sementara di era Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) yang dibentuk berdasarkan Lemper semasa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan Hakim Agung Andi Andiko.
Namun, ditengah semangat untuk memberantas korupsi dari anggota tim, melalui judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Indonesia mengalami kemunduran dalam upaya pemberantasan KKN pada saat itu.
Di era Putri Presiden Pertama RI, Mega mewujudkan semangat Pemberantasan Korupsi. Dengan disahkannya UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada saat pemerintahannya, melahirkan lima pendekar Pemberantasan Korupsi perdana.
KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
KPK mempunyai empat tugas penting yakni, koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sementara dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.
Selanjutnya, melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. KPK dipimpin oleh pemimpin KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota.
Pemimpin KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.
Untuk anggaran KPK sendiri bisa dibilang lumayan besar. Pada tahun 2016 sebesar Rp991,8 miliar, sedangkan pada 2017 berjumlah Rp734,2 miliar. Penurunan anggaran disebabkan oleh program efisiensi yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.
Namun dari data selama enam tahun (periode 2009-2015), KPK hanya berhasil mengembalikan uang korupsi ke kas negara sebesar Rp 728.45 miliar. Padahal uang negara yang dipakai KPK untuk diminta menyelamatkan negara telah mencapai triliunan.
Dan, KPK mengajukan anggaran rencana kerja sebesar Rp 790.170.548.000 pada tahun 2018. KPK yang diwakili oleh Sekjen KPK, Bimo Gunung Abdul Kadir tak mengajukan usulan tambahan anggaran pada 2018.
Saya mencoba merangkum beberapa kesimpulan atau keinginan dari Pansus di DPR soal keberadaan dan tugas KPK. Misalnya dalam fungsi koordinasi, KPK cenderung berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan kehormatan dan kepercayaan publik atas lembaga negara serta penegak hukum. KPK juga dinilai lebih mengedepankan penindakan daripada pencegahan.
Kemudian, KPK dianggap anti kritik. Dalam fungsi supervisi, KPK lebih cenderung menangani kasus tanpa koordinasi. Serta, diyakini kalangan dewan kalau tidak boleh ada penyidik independen di KPK.
Pansus juga mengkritik indikasi adanya friksi di KPK antara penyidik Polri dan independen. Juga terjadi ketidakharmonisan antara atasan dan bawahan. Lalu, anggota dewan membeberkan keterangan dari audit Badan Pemeriksa Keuangan, penggunaan anggaran KPK banyak yang belum dipertanggungjawabkan.
Terakhir terkait dugaan barang-barang rampasan KPK banyak yang tidak tercatat dan indikasi perlindungan saksi dan korban tidak sesuai dengan aturan.
Sementara dari penilaian Indonesia Corruption Watch, yaitu:
- Panitia khusus tidak punya argumentasi yang valid. KPK diawasi oleh beberapa lembaga lain, seperti BPK dan DPR. Keputusan KPK dalam penetapan tersangka juga bisa dipraperadilankan.
- Selama ini DPR mengawasi kinerja dalam bentuk rapat dengar pendapat.
- KPK berkoordinasi dengan penegak hukum lain. Dalam situs web Anti-Corruption Clearing House hingga 31 Maret 2017, tercatat ada 290 perkara yang diusut KPK dengan koordinasi kejaksaan serta kepolisian.
- KPK bekerja pada pencegahan dan penindakan.
- KPK kerap membantu kepolisian dan kejaksaan membongkar praktik di lembaga tersebut.
- Sebagai hukum lex specialis, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi adalah sumber utama rambu-rambu KPK. Tugas pemberantasan korupsi adalah pekerjaan pembela HAM. Dan setiap hari raya, para tahanan diberi izin dijenguk oleh keluarga.
- KPK berhak mengangkat pegawainya sendiri sesuai dengan Undang-Undang KPK.
Kesimpulan
KPK sama saja seperti lembaga penegak hukum lainnya, sehingga dinilai tupoksinya sama dengan lembaga yang sudah ada. Apakah ini merupakan pemborosan negara?
Penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi, bisa pula dilakukan oleh kejaksaan. Inikan merupakan tumpang tindih fungsi penegakan Hukum, di Kejaksaan ada bagian tipikor, nah kenapa tipikor kejaksaan saja yang dioptimalkan, sehingga anggaran tidak terlalu besar untuk membentuk lembaga baru yang fungsinya sama.
Dalam penanganan tindak pidana korupsi sendiri sudah ada Polri dan Kejaksaan. Sehingga, bisa dikatakan, KPK itu pemborosan energi dan keuangan negara saja.
Sementara menurut informasi yang layak dipercaya, adanya Mr Blower di KPK sudah cukup lama, sehingga tidak menutup kemungkinan, adanya dugaan oknum penyidik KPK yang “bermain mata” dengan petinggi negara. Ini perlu kita waspadai bersama, tentu tak luput dari pengawasan bersama. Masih layakkah KPK dipertahankan, atau lebih baik di bubarkan saja, dan kembalikan semua kepada kepolisian dan kejaksaan. Untuk itu, tim rajawalionline.com, akan terus memantau perkembangan sepak terjang Mr Blower kedepan.
Para petinggi dan jajaran yang ada di KPK juga manusia biasa, bukan malaikat, yang tidak luput dari salah dan dosa. Allahhu Alam.