Jejak Sertifikat Jaminan 452 Hektar: Uchok Bongkar Dugaan Korupsi di BI

Jakarta – Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menyoroti dugaan penyelewengan di Bank Indonesia (BI) yang dinilai jauh lebih besar dampaknya bagi negara dibanding kasus dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mendesak agar KPK turut menyelidiki skandal tersebut.

“Salah satu kasus besar adalah dugaan terkait penyelewengan dana BLBI pada 1998. Ada permainan kotor oknum BI dalam penyaluran dana itu yang justru merugikan negara dan bank-bank yang dituduh menerima BLBI. Dana ini dinikmati oleh oknum-oknum BI,” ungkap Uchok dalam siaran pers sebagai catatan akhir tahun CBA, Kamis (26/12).

Uchok menegaskan bahwa masyarakat selama ini hanya mengetahui tuduhan terhadap bank penerima dana BLBI, tanpa memahami bahwa ada penyimpangan dalam proses penyaluran dana tersebut. “Seperti halnya kasus Bansos, penyelewengan sering terjadi dalam tahap penyaluran,” jelas pria kelahiran Tapanuli Selatan, 1974 ini.

Skandal BLBI

Dana BLBI yang disalurkan pada 1998 mencapai Rp144,53 triliun kepada 48 bank di Indonesia. Skandal ini menjadi salah satu kejahatan ekonomi terbesar dalam sejarah pemberantasan korupsi Indonesia. Meski sudah berlalu 26 tahun, kasus ini belum tuntas.

Pada 2021, pemerintah membentuk Satgas BLBI untuk menyelesaikan sisa-sisa permasalahan. Namun, menurut Uchok, dari mencermati kerja Satgas dan dokumen yang dikumpulkan CBA, menunjukkan justru ada dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Satgas dalam menjalankan tugasnya, dan ini sekaligus membuka adanya permainan oknum-oknum BI dalam proses penyaluran dana BLBI kala 1998.

“Salah satu modusnya adalah kolaborasi oknum BI dengan beberapa bank swasta untuk menyelewengkan dana. Selain itu, ada penggelapan sertifikat jaminan lahan seluas 452 hektar milik salah satu bank,” ungkapnya.

Uchok menyebutkan sertifikat jaminan dari bank itu diklaim telah diserahkan oleh BI kepada BPPN pada 8 Mei 1999. Namun, faktanya, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, menyatakan tidak ada barang jaminan tersebut. Sehingga, menjadi pertanyaan di mana di mana keberadaannya sertifikat jaminan 452 hektar itu?

Menurut Uchok, pemerintah dapat melacak pihak-pihak yang terlibat dalam proses serah terima ini. “Misalnya, dari penyerahan kala itu, BI diwakili kuasanya Gardjito Heru dan Lili Nyulianti, sementara dari BPPN diwakili Yusuf Wahyudi, Rudi Muchtar EP, Supardjoko, Harjono, dan Simson S. Milala. Lahan ini sangat luas, dengan nilai saat itu sekitar Rp350 miliar, dan nilainya tentu jauh lebih besar sekarang,” ujarnya.

Dorongan untuk KPK

Uchok mendesak KPK agar segera memulai penyelidikan atas dugaan penyimpangan ini, dimulai dari jejak sertifikat lahan tersebut. Menurutnya, pengungkapan kasus ini dapat membuka tabir besar penyelewengan dana BLBI yang merugikan negara dalam jumlah besar.

“KPK dapat menjadikan kasus ini sebagai pintu masuk untuk mengungkap kejahatan besar lainnya dalam skandal BLBI,” cetus Uchok. Dengan demikian, CBA berharap pemerintah dan KPK tidak hanya fokus pada kasus-kasus kecil, tetapi juga pada skandal besar yang melibatkan institusi penting seperti BI. “Tentunya, dugaan ini akan CBA laporkan ke KPK,” pungkasnya.

Related posts