rajawalionline – History Irjen Pol Firman Santyabudi dan Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo adalah dua Sosok putra terbaik dari Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno yang begitu dikenal di seluruh Tanah Air bahkan dunia internasional.
Try Sutrisno sendiri lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 15 November 1935 (88 tahun yang lalu). Try Sutrisno pernah menjabat Wakil Presiden Indonesia ke-6 periode 1993–1998.
Sebelum diangkat sebagai Wakil Presiden Indonesia, Try menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Di tentara, Try Sutrisno lama bertugas di satuan Zeni. Ia turut bertempur di Operasi 17 Agustus, Operasi Trikora, Konfrontasi Indonesia–Malaysia, dan Operasi Seroja.
Selesai pendidikan di SMA Bagian B pada tahun 1956, Try Sutrisno mendaftar di ATEKAD (Akademi Teknik Angkatan Darat).
Di ATEKAD pula ia berteman akrab dengan LB Moerdani.
Perjalanan Karier :
Pengalaman militer pertama Try Sutrisno pada tahun 1957. Ia berperang melawan Pemberontakan PRRI.
Pemberontakan PRRI adalah kelompok separatis di Sumatera, Jakarta, dan Jawa Timur, yang ingin membentuk pemerintahan alternatif selain Presiden Soekarno.
Try Sutrisno kemudian menyelesaikan pendidikan militernya di ATEKAD pada tahun 1959.
Pada tahun 1972, Try dikirim ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad).
Pada tahun 1974, Try terpilih menjadi ajudan Presiden Soeharto.
Pemberontakan PRRI adalah kelompok separatis di Sumatera, Jakarta, dan Jawa Timur, yang ingin membentuk pemerintahan alternatif selain Presiden Soekarno.
Try Sutrisno kemudian menyelesaikan pendidikan militernya di ATEKAD pada tahun 1959. Pada tahun 1972, Try dikirim ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Pada tahun 1974, Try terpilih menjadi ajudan Presiden Soeharto.
Presiden Soeharto mulai menyukai Try, dan sejak saat itu karier militer Try terus meroket.
Pada tahun 1978, Try diangkat menjadi Kepala Staf di KODAM XVI/Udayana. Setahun kemudian, ia menjadi Panglima KODAM IV/Sriwijaya.
Lalu, Pada tahun 1982, Try diangkat menjadi Panglima KODAM V/Jaya dan ditempatkan di Jakarta.
Karier Try Sutrisno terus meningkat. Pada tahun 1985, ia diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).
Selanjutnya, pada tahun 1986, Try diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad).
Try Sutrisno akhirnya mencapai puncak karier militer pada tahun 1988. Ia pun ditunjuk oleh Presiden Soeharto sebagai Panglima ABRI (Pangab) untuk menggantikan L.B. Moerdani.
Sebagai Panglima ABRI, Sutrisno menghabiskan banyak waktu untuk menumpas pemberontakan di seluruh Indonesia.
Masa jabatan Try Sutrisno sebagai Panglima ABRI akhirnya berakhir pada bulan Februari 1993
Try Sutrisno akhirnya mencapai puncak karier militer pada tahun 1988. Ia pun ditunjuk oleh Presiden Soeharto sebagai Panglima ABRI (Pangab) untuk menggantikan L.B. Moerdani.
Sebagai Panglima ABRI, Sutrisno menghabiskan banyak waktu untuk menumpas pemberontakan di seluruh Indonesia. Masa jabatan Try Sutrisno sebagai Panglima ABRI akhirnya berakhir pada bulan Februari 1993. Try Sutrisno menjabat Panglima ABRI selama 5 tahun penuh.
Jadi Anggota MPR dari Fraksi ABRI
Pada bulan Februari 1993 setelah pensiun dari Panglima ABRI, Try masuk sebagai Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi ABRI. Try Sutrisno mengambil sumpah jabatan sebagai MPR RI dari Fraksi ABRI pada tanggal 11 Maret 1993.
LB Moerdani yang pada tahun 1993 adalah Menteri Pertahanan RI, bertekad bahwa ABRI akan memilih Wakil Presiden bagi Suharto pada Sidang Umum MPR 1993.
Hal itu ketika Sidang Umum MPR 1988, Soeharto memilih Sudharmono sebagai wakil presiden. Hal itu karena Soeharto kurang menyukai ABRI sebagai wakil presidennya.
Kemudian, anggota MPR dari fraksi ABRI mencalonkan Try Sutrisno untuk menjadi Wakil Presiden. Secara teknis, anggota fraksi MPR diizinkan untuk mengajukan calon mereka untuk Wakil Presiden. Tapi aturan tak tertulis dalam rezim Soeharto adalah menunggu Presiden untuk mengajukan calon yang dipilihnya.
Anggota dari Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia dengan cepat menyetujui pencalonan Try. Sementara Golkar berjuang dalam memberitahu anggotanya bahwa Golkar tidak mencalonkan Try sebagai Wakil Presiden. Soeharto dilaporkan marah karena telah didahului oleh ABRI, tetapi ia tidak ingin adanya perselisihan terbuka.
Menjabat Wakil Presiden RI
Soeharto akhirnya menerima Try dan Golkar mencoba mengecilkan ketegangan dengan mengatakan telah membiarkan pihak lain dan ABRI mencalonkan kandidat Wakil Presiden mereka.
Akhirnya ABRI sudah membalaskan dendam mereka dari Sidang Umum MPR 1988 saat Soeharto memilih Sudharmono. Meskipun Soeharto telah menerima Try sebagai Wakil Presiden, namun Soeharto merasa tidak senang pada Wakil Presidennya. Soeharto menunjukkan sedikit hal dan bahkan tidak berkonsultasi dengannya dalam proses pembentukan kabinet.
Try Sutrisno adalah figur yang sangat populer dan banyak yang mengira bahwa ia akhirnya akan menggantikan Soeharto sebagai Presiden Indonesia kala itu.
Terkait keluarga, Try Sutrisno mengakhiri masa lajangnya pada 5 Februari 1961 dengan menikahi pujaan hatinya yaitu seorang guru kelahiran Bandung bernama Tuti Sutiawati.
Mereka pun dikaruniai 7 orang anak yaitu Nora Tristyana, Taufik Dwi Cahyono, Firman Santyabudi, Nori Chandrawati, Isfan Fajar Satrio, Kunto Arief Wibowo, dan Natalia Indrasari.
Salah satu menantunya adalah mantan KASAD Jenderal TNI (Purn.) Ryamizard Ryacudu yang menikah dengan Nora Tristyana (anak pertama Try).
Dua Jenderal Putra Terbaik Try Sutrisno
Dari 7 putra dan putri Try Sutrisno, di antaranya ada dua putranya yang berkarir di Kepolisian dan TNI AD.
Firman Santyabudi saat ini sudah berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi.
Firman Santyabudi lahir 17 November 1965.
Saat ini Irjen Pol Firman Santyabudi (55 tahun) menajabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Polri (Kakorlantas Polri) sejak 31 Oktober 202.
Sebelumnya, ia mengemban amanat sebagai Asisten Logistik (Aslog) Kapolri sejak 16 November 2020.
Irjen Firman, lulusan Akpol 1988 berpengalaman dalam bidang lantas.
Jenderal bintang dua ini pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jambi.
Sementara itu, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 15 Maret 1971.
Jenderal bintang dua ini merupakan abituren Akademi Militer (Akmil) 1992 dari kecabangan infanteri.
Kunto Arief Wibowo baru dimutasi dari Panglima Kodam III/Siliwangi menjadi Wakil Komandan Komando Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat (Wadankodiklatad).
Mutasi tersebut berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/779/VII/2023 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia. Total, terdapat 96 perwira menengah dan perwira tinggi TNI yang dimutasi dan dipromosikan dalam surat keputusan tertanggal 17 Juli itu.
Dalam karier militernya, Kunto beberapa kali mengemban posisi sebagai seorang komandan. Di antaranya, Komandan Peleton (Danton) Yonif Linud 502/Ujwala Yudha dan Danton Yonif Linud 412/Bharata Eka Sakti.
Selanjutnya, Kasi-2/Ops Korem 083/Baladhika Jaya (2007-2008), Komandan Batalion Infanteri (Danyonif) 500/Raider (2008-2009), dan Dansatdik Sussarcab Pusdikif Pussenif (2009-2010).
Lalu, Kasbrigif 13/Galuh (2010-2012), Danbrigif 6/Trisakti Baladaya (2012-2013), Kadep Teknik Akmil (2013-2014), dan Asops Kasdam IX/Udayana (2014-2015).
Setelah itu, karier Kunto kian menanjak. Ia kemudian menjadi Danrem 044/Garuda Dempo (2016-2018), Danpuslatpur Kodiklatad (2018-2019), Danrem 032/Wirabaja (2019-2020), Kasdam III Siliwangi (2020). Berikutnya, Pangivid 3/Kostrad (2021) dan Pangdam III/Siliwangi (2020-2021).
Di luar aktivitasnya sebagai seorang perwira tinggi militer, Kunto ternyata gemar menulis. Kunto bahkan beberapa kali mengisi kolom di Kompas.com yang berjudul Penguatan Binter TNI Hadapi Ancaman Negara hingga Etika Menuju 2024.
Dalam artikel lain, ia juga menyoroti permasalahan timbunan sampah yang tengah dihadapi sejumlah kota. Dalam artikel berjudul Sampah Kota sebagai Industri Tanpa TPA, ia menekankan pentingnya jejaring TNI di semua wilayah untuk dimanfaatkan sebagai pembina teritorial terkait pengelolaan sampah.
(Red)